LSM KIPFA RI

Minggu, 14 Oktober 2012

Pemberitaan LSM KIPFA RI

CITRA POLISI TERNODA

Inilah bukti arogansi aparat dalam melalukan represif kepada buruh tinta dalam menjalankan tugas jurnalistiknya, bukanya bersikap koperatif dalam melayani dan mengayomi masyarakat terutama terhadap mitranya sendiri. Prilaku main fisik dan menganiaya menunjukkan bukti semakin bobroknya dekadensi moral aparat kepolisian yang dinilai sudah jauh dari tata krama atau nilai-nilai etika, apapun alasanya tindakan ini sudah diambang batas yang dinilai sangat tidak terpuji dan lagi-lagi telah menodai institusi kepolisian, belum selesai kasus yang menimpa sejumlah rekan kami wartawan mingguan yang dihina dan didiskriminasi oleh Kasatreskrim, Akp. Muh.Erwin dikantor Polres Mamuju beberapa waktu yang lalu, kendati kasusnya telah ditangani langsung oleh Kapolda SulSelBar sendiri, malah kejadian ini terulang kembali yang tak henti-hentinya terus mendera, dan mencederai para jurnalis lebih fatalnya lagi jika aksi yang dilakukan main keroyok dan disaksikan khalayak ramai didepan umum. dimana korbannya kali ini merupakan Koordinator liputan daerah SulSel  SKU Amunisi, Koordinator Wilayah Indonesia Timur Koran Patroli, yang juga Sekretaris Pengurus Harian Wilayah SulSel LSM KIPFA (Kelompok Independen Pencari Fakta), mendapat perlakuan buruk berupa kekerasan dari oknum Aparat Kepolisian yang diketahui berinisial SD .A dengan pangkat Briptu bersama sejumlah Aparat dari kesatuan Perintis yang lagi bertugas melakukan pengamanan pada acara yang digelar Suzuki yang dimeriahkan oleh Band SMAS saat itu
Sikap sentimentimentil oknum aparat kepolisian terhadap pekerja kulit tinta ini dinilai terlalu over action didepan pablik pasalnya hanya karna cuma ingin mengambil gambar disela-sela acara konser band ‘SMAS’ yang belangsung dipelataran pantai losari sabtu malam, 20 januari 2012 yang diadakan oleh SUZUKI, dimana ketika sejumlah masyarakat hendak melihat langsung para personilnya SMAS dari dekat yang berada ditenda peristirahatan sebelum tampil dipanggung, dan seketika itu pula seorang jurnalis kembali menjadi korban penganiayaan Aparat kepolisian dengan cara memukul kepala korban dengan tangan, dimana awalnya panitia pelaksana sendiri tidak memberi keleluasaan terhadap para jurnalis untuk mengambil gambar dari dalam para personil SMAS dan hanya bisa mengambil gambar dari lubang kecil dari pintu tenda. Spontantanitas korbanpun merasa panik dan kaget kenapa dirinya dipukul tanpa alasan yang jelas padahal yang bersangkutan mengetahui korban adalah seorang jurnalis lengkap dengan ID Cardnya yang masih menggantung dileher, untungnya korban waktu itu masih memakai helm, mendapat perlakuaan buruk tersebut selaku Jurnalis tentu bertanya mengapa harus dengan kekerasan dengan cara memukul ? bukan memberitahu dengan etika ? saya larang orang disini mengambil gambar ! jawabnya,’’perintah siapa ? apakah hal ini mengganggu keamanan ? bukankah ini yang dimaksud menghalangi jurnalis dalam mengumpulkan informasi ?’’dengan protes saat itu sejumlah anggota Aparat yang lain seperti dari  kesatuan Perintis bukannya melerai secara netral melainkan melerai secara sepihak seperti  beberapa oknum yang tidak diketahui identitasnya langsung menarik dengan keras kartu identitas yang terikat oleh kalung besi yang masih menggantung dileher tidak lebih seperti mencekik. disaat yang bersamaan datang seseorang yang diduga juga anggota berpakaian preman langsung mendorong korban anehnya oknum anggota Perintis hanya melihat kejadian itu seperti membiarkan hal itu terjadi.
Padahal belum lama ini sejumlah Media yang tergabung dalam Forum Wartawan Indonesia melakukan konfirmasi terhadap kasus ini Kepolda SulSelBar melalui Humas Polda SulSelBar memberi keterangan bahwa Kapolda telah menindak lanjuti atas laporan tentang perlakuan intimidasi terhadap para kuli tinta (Pers) yang sudah jelas melawan hukum  seperti yang terjadi diKabupaten Mamuju Sulawesi Barat dengan telah memberi teguran kepada yang bersangkutan Kasat Reskrim, atas keterangan itu maka sejumlah Jurnalis melontarkan pertanyaan apakah ini merupakan jaminan dari pihak Kepolisian setingkat Polda SulSelBar agar kasus seperti ini tidak terulang lagi ? jawabnya ‘’ini bukan jaminan karena mereka manusia biasa’’ kini terbukti benar keberadaannya kendati telah dinilai hal ini tentulah sangat lemah sehingga menimbulkan kekewatiran dikalangan Jurnalis dalam menjalankan



Terkait Keabsahan Ijazah yg diragukan

SIDRAP -- Merasa nama baiknya telah dicemarkan, anggota DPRD Sidrap, Muh Dais Labanci menempuh jalur hukum. Senin (8/11) kemarin, Dais mendatangi Kantor Mapolres Sidrap dan melaporkan dengan dua tuduhan sekaligus, yakni tuduhan pencemaran nama baik serta keterangan palsu.
Kapolres Sidrap, AKBP Syamsi SH melalui Kasatreskrim, AKP Syamsu Yasmin SH, membenarkan kedatangan Dais di Mapolres Sidrap sekira pukul 12.15 wita. Dais, kata Syamsu, melaporkan secara resmi Ketua LSM KIPFA RI, Mattau Kulattang terkait hasil temuan yang meragukan ijazah miliknya. Meski begitu, Syamsu mengaku belum bisa memberikan keterangan hasil pemeriksaan pelapor dengan alasan untuk kepentingan penyidikan. "Benar, ia datang ke sini dan melaporkan Ketua LSM KIPFA RI, Mattau Kulattang dengan tuduhan telah mencemarkan nama baiknya," ujar Syamsu. Dais yang ditemui sesaat setelah melaporkan kasus tersebut, membantah seluruh temuan LSM KIPFA RI tersebut. Menurutnya, tidak ada yang salah dalam proses jenjang pendidikannya, baik saat menempuh pendidikan di SMA hingga lanjut ke perguruan tinggi (PT). Seraya menunjukkan ijasah SMA dan salinan atau foto copy ijasah PT, Dais mengatakan memang terdapat perbedaan antara salinan ijasah SMA yang diklaim LSM KIPFA RI dengan ijasah asli yang dipegangnya. Perbedaanya, kata Dais, terdapat pada bagian atas salinan ijazah yang dipegang LSM KIPFA RI. Namun demikian, kata Dais, perbedaan itu bukan berarti ijazah yang dikantonginya palsu atau patut diragukan. Sebab kata dia, adanya nomor seri asli yang tertutup dan digantikan dengan nomor seri baru menggunakan tulisan tangan, sama sekali tidak sepengetahuan dirinya. Malahan Dais mengaku heran, siapa yang telah merekayasa ijazahnya. Ketua LSM KIPFA RI, Mattau Kulattang saat dikonfirmasi terpisah, Senin kemarin mengaku sedang berada di Mamuju untuk mengikuti salah satu acara. Meski begitu, Mattau Kulattang mengaku siap menghadapi gugatan balik Dais Labanci. Sebelumnya diberitakan, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Kelompok Independen Pencari Fakta Republik Indonesia (KIPFA RI) meragukan keabsahan ijazah milik salah seorang oknum anggota DPRD Sidrap, Muh Dais Labanci. Keraguan tersebut muncul setelah LSM yang dipimpinnya telah turun melakukan investigasi di lapangan. Mattau mengklaim, ada beberapa kejanggalan yang terjadi terhadap ijazah SMA milik Muh Dais Labanci yang diperolehnya dari SMAN 467 Pangsid (Sekarang SMAN 1 Pangsid, red), diantaranya, nomor seri pada foto copy ijazah SMAN yang menggunakan tulisan tangan. Selain menyoal keabsahan ijazah SMA milik anggota legislator asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut, Mattau juga menyinggung soal gelar keserjanaan Muh Dais Labanci yang dinilainya kerap berubah-ubah dari gelar doktorandus (Drs) menjadi Sarjana Pendidikan (SPd). Menurut Mattau, ada beberapa item yang seharusnya dipenuhi untuk memperoleh gelar sarjana, namun masih diragukan apakah dilalui atau tidak. Termasuk kata dia, tidak jelasnya jadwal yudisium, dosen penguji dan pengawas dan lainnya



Tidak ada komentar:

Posting Komentar